Senin, 22 Oktober 2012

Not A Problem to be Solved

Kutipan yang selalu kupegang dari seorang dosen favorit yaitu, Life is not a problem to be solved, but it is a reality to be enjoyed. Beliau selalu mengikrarkan kata-kata itu di tiap pertemuan kami dengan menggebu-gebu dan dengan kilatan mata yang sangat optimis. Biografi hidupnya yang memang layak untuk dibukukan. Di usianya yang kepala empat ini masih belum juga Allah memberinya nikmat keturunan, tapi apakah masalah besar itu membuat beliau harus pesimis dan ragu menatap hidup. Tidak! Beliau malah kerap kali menantang kehidupan dan manatapnya sebagaimana layaknya sarapan yang harus dinikmati. Menikmati hidup.... sulitkah? Kerap kali kita ingin saja bumi menelan diri agar terbebas dari semua masalah yang ada. Manusia hidup pasti memiliki masalah. Yang telah mati saja juga memiliki masalah. Bagaimana menjawab pertanyaan-pertanyaan malaikat di kuburan nanti, melewati siksa, masuk surgakah. Ternyata manusia yang hidup maupun yang mati semua memliki masalah untuk (harus) dihadapai, tapi hidup juga bukan untuk melulu memikirkan jalan keluar dari segala problematika hidup itu. Bagaimana cara menikmati hidup yang notabene selalu ada masalah? Mengingat selalu bahwa kita tidak sendiri di dunia ini. Mendoktrinkan diri bahwa hanya kitalah satu-satunya manusia yang mempunyai maslaah dan seakan Tuhan tengah membenci kita, maka kapan semua itu berakhir? Berpikir dengan SEHAT agar selalu positif dalam tiap tindak tanduk laku dan melihat dengan kaca mata yang lebih terang pada kehidupan. Satu-satunya jalan bila semua itu terjadi adalah dengan menjalaninya. Ditambah dengan menikmati. Bahkan air laut pun bisa terasa manis. Pegang kepala dan nyanyikan... "Hidupku indah... bila kau tahu... jalan mana yang benar...."

Rasio Hidup

Paling tidak kita harus menjadi manusia yang lebih baik. Sesederhana itu saja sebenarnya. Dalam sebuah hadits dikatakan bahwqa manusia yang hari ini lebih baik daripada hari kemarin, maka ia termasuk orang yang beruntung. Bila hari ini sama saja dengan hari kemarin, maka ia termasuk orang yang merugi. Namun bila hari ini lebih buruk daripada hari kemarin, maka ia termasuk orang yang hina. Yang manusia butuhkan dalam hidup ini adalah sebuah pencapaian. Memiliki target dan tujuan jelas maka hidup akan jauh lebih bermakna. Tiap harinya, minggunya, bulannya, tahunnya, hingga sebelum ajal menjemput. Tak jarang kan kita mengeluh tak mau mati karena belum luluslah, belum kawinlah, belum punya anaklah, atau yang lainnya. Saya sendiri, sering kali termotivasi justru karena pengaruh orang sekitar. Yang lebih rajin, lebih pandai, lebih teliti, dan lebih, lebihnya lagi. Uusiikum wa iyyaya nafsii. Sering kali pepatah mengatakan bahwa kita jangan terlalu sering memandang ke atas, karena efeknya itu ada pada ketidakpuasan dan kurang bersyukur. Tapi, untuk menjadi orang yang lebih baik itu tak ada salahnya bagi kita untuk memandang ke atas sambil memandang ke bawah untuk tetap bersyukur. Hidup memang harus penuh kesyukuran, tapi tak ada yang salah denagn terus menjadi manusia yang lebih baik setiap harinya. Untuk menjadi orang yang beruntung, kan?

Sabtu, 20 Oktober 2012

ESENSI BAHAGIA

Kalau membicarakan soal ‘apa arti bahagia’, tak akan pernah ada jawaban final akan hal tersebut. Mengapa? Karena jawaban dari bahagia itu sendiri tergantung bagaimana manusia yang dan pernah hidup itu menjawab dengan deskripsi masing-masing. Ada orang bahagia karena mendapat bunga dari pacar, bisa makan setelah lama kelaparan, memiliki kesempatanm tidur di tengah pekerjaan yang padat, melihat anak yang baru lahir, bahkan meninggal pun bisa masuk dalam kategori bahagia. Relatif kan? Sepotong kalimat ‘cantik’ yang tercetak bersama sebuah pembatas buku yang diperlihatkan oleh seorang ibu muda pada anak sulungnya tertulis: “The Grand Essential of Happiness Are: Something to think, Something to do, and Something to love”. Kalau ditelaah benar juga ya…. Memikirkan hal yang kita suka dan inginkan dapat membuat kita bahagia. Melakukan suatu pekerjaan, kemudian bahagia. Mencintai sesuatu pun tentu membuat kita bahagia. Penilaian seperti itu pun masih relative juga. Bahagia menurutku bukanlah sebuah pencarian. Sering kali kita mendengar, aku ingin mencari kebahagiaan. Lalu, hidupmu kini sesuram apa, bung? Aku dapat bahagia saat mengerjakan soal ujian pelajaran yang kuminati, aku bahagia saat mendapat telepon dari orang tua, aku bahagia ketika mendapat wesel, aku bahagia saat orang lain dapat menikmati tulisanku, dan aku pun bahagia ketika dapat menjadi diriku sendiri. Masih banayk lagi rasa bahagia yang pernah kurasa. Katagorinya, yang membuat hati ini tidak terganjal, tertekan, dan kita menikmati esensinya. Mulai dari hal remeh sampai ke hal yang sangat penting. Saat mencari bahagia, sesungguhnya kita mencari sesuatu yang tak berujung dan tak akan pernah ada hasil akhirnya. Bagaimana kita dapat ‘peka’ dalam menata hati menuju bahagia itu sendiri. Intinya adalah menikmati hidup. Lalu, apa bahagia untukmu?

Rabu, 17 Oktober 2012

Kotak Pandora

Siapa yang akan tahu ke manakah aliran air akan melaju? Bisa saja terbawa arus menuju samudra yang luas ataukah bersama melawan kerasnya ombak yang datang. Tidak akan pernah dapat memprediksikan apa yang ada dalam kehidupan kita nanti dan kelak. Dalam mitologi Yunani ada cerita tentang kotak pandora, tapi cerita yang lebih kukenal adalah sebuah cerita rakyat Jepang. Tentang seorang pria yang terbawa ke sebuah kerajaan di dalam laut karena ia menolong salah satu putri di kerajaan tersebut. Ia dijamu sebagaimana layaknya seorang pahlawan. Setelah itu, ia ingin kembali ke dunianya dan sang ratu memberikannya sebuah kotak dengan syarat lelaki itu tidak boleh membukanya sebelum sampai di rumah. Karena rasa penasarannya yang melebihi, ia tak tahan lagi untuk membuka isi kotak hadiah tersebut. Voila! Apa yang terjadi? Pria itu berubah menjadi seorang kakek-kakek berumur 100 tahun karena rasa penasarannya itu. Dalam mitologi Yunani, pandora mempunyai cerita sendiri. Untuk menghukum umat manusia karena telah mencuri api dari Gunung Olimpus, Zeus menyuruh salah satu anaknya, Hefaistos dewa pandai besi, untuk membuat seorang manusia. Maka terciptalah manusia perempuan pertama di dunia. Setelah diciptakan, Athena mengajarinya menenun dan menjahit serta memberinya pakaian, Afrodit memberinya kecantikan dan hasrat, para Kharis memakaikan padanya perhiasan, para Hoirai memberinya mahkota, Apollo mengajarinya bernyanyi dan bermain musik, Poseidon memberinya kalung mutiara, Hera memberinya rasa penasaran yang besar, Hermes memberinya kepandaian berbicara serta menamainya Pandora, bermakna "mendapat banyak hadiah". Zeus kemudian memberikan Pandora pada Epimetheus untuk dinikahi. Prometheus, saudara Epimetheus, berusaha memperingatkannya untuk tidak menerima Pandora tetapi Pandora begitu mempesona sampai-sampai Epimetheus mau menikahinya. Pada hari pernikahan mereka, para dewa memberi hadiah berupa sebuh kotak yang indah dan Pandora dilarang untuk membuka kotak tersebut.
Suatu hari, Pandora sangat penasaran dan kemudian membuka kotak tersebut. Setelah dibuka, tiba-tiba aroma yang menakutkan terasa di udara. Dari dalam kotak itu terdengar suara kerumuanan sesuatu yang dengan cepat terbang ke luar. Pandora sadar bahwa dia telah melepaskan sesuatu yang mengerikan dan dengan segera menutupnya tapi terlambat, Pandora telah melepaskan teror ke dunia. Masa tua, rasa sakit, kegilaan, wabah penyakit, keserakahan, pencurian, dusta, cemburu, kelaparan, dan berbagai malapetaka lainnya telah bebas. Semua keburukan itu menyebar ke seluruh dunia dan menjangkiti umat manusia. Pandora sangat terkejut dan menyesal atas apa yang telah dilakukannya. Dia kemudian melihat ke dalam kotak dan menyadari bahwa ternyata masih ada satu hal lagi yang tersisa di sana, yaitu harapan. Lalu hikmah apa yang dapat kita ambil dari dua cerita di atas? Bet6apa kita tak dapat dan boleh mengetahui rahasaia langit yang memang sangat rahasia. Sebenarnya untuk apa sih Tuhan merahasiakan cerita hidup kita sendiri? Agar manusia selalu dapat berusaha dengan segala kekuatannya dan menerima kejutan tiap detiknya dari Tuhan dengan cara melewati kehidupan ini. Tidak ada yang dapat manusia lakukan selain berusaha!

Selasa, 16 Oktober 2012

Doktrin = Vonis Mati

Ternyata memang doktrin itu layaknya vonis mati. Itu salah satu status yang kubuat di facebook karena mengingat masa lalu. Seperti kata mahfudzot kelas empat. Sekali kita mendoktrin seseorang dengan buruk atau baik, selamanya doktrin itu akan melekat pada diri. Sayangnya vonis mati saja bisa diubah dengan sedikit ‘pelicin’, tapi kalau doktrin buruk? Mau pakai ‘pelicin’ sebanyak apapun akan sulit, malah bahkan tak pernah hilang dari penilaian orang. Gajah mati meninggalkan gading, macan mati meninggalkan loreng, dan manusia.... hidup dan mati masih meninggalkan sebuah penilaian. Entah itu baik ataupun buruk. Bila seseorang telah dipandang tidak baik, ingin berubah pun akan sulit. Entah dari segi niat orang tak percaya, perkataan orang tak mau tahu, dan perkataan orang tak mau lihat. Masa juga tak dapat mengubah pandangan itu. Hingga tak jarang si korban ‘vonis’ itu tak mau tahu lagi dengan omongan orang, bahkan tak ada semangat untuk berubah. Bila sudah ‘terlanjur’ begitu, maka harus bagaimana? Tetapkah dengan kondisi yang buruk itu? Mengutip perkataan seorang dosen, WELL BEGIN HALF DONE. Yang berarti permulaan yang baik saja sudah termasuk setengah pekerjaan. Kalau begitu, bila diakhiri hingga baik pula bisa saja pekerjaan itu dapat mencapai hasil yang kita inginkan. Mau coba? Ustadz Jefri Al-Bukhari dan Opick saja sebelum lebih mendalami islam dan menjadi ‘sesuatu’ bagi umat di Indonesia saja berawal dari musik rock bahkan mantan narapidana. Dengan blacklist yang seperti itu, toh mereka mampu juga untuk tetap berubah dan baik. Tanpa peduli kata orang, tanpa peduli pandangan orang, dan tanpa peduli bagaimana orang menilai kita... yang kita punya hanya niat yang tulus dan Allah. Hasil akhir siapa yang tahu bila tak mencoba untuk berubah. So... KEEP MOVING FORWARD!!!!!!!

Senin, 15 Oktober 2012

Bukan Hanya 'ME' My Self

Aku memiliki seorang kenalan, teman lebih tepatnya. Dilahirkan dari sebuah keluarga yang agamis, bahkan seorang kyai sebuah pondok pesantren yang lumayan terkenal di Indonesia. Menikmati masa remajanya kini dengan sangat berharga. Karena ia tahu, bahwa pada saatnya nanti pun ia akan kembali ke pondok. Memperjuangkan pondoknya. meninggikan asma-llah dari jalur pendidikan islam. jujur, salutku tak dapat terbayar baginya dan orang lain yang bernasib sama seperti layaknya temanku itu. Di umurnya yang masih muda itu telah memikirkan umat, di dalam jiwanya yang masih (dan tentunya) muda itu telah terpasung rasa ketersediaan pada ummat. Betapa ia sangat memikirkan orang lain daripada dirinya sendiri. Padahal, dewasa kini tak jarang bahkan orang dewasa pun selalu saja memikirkan dirinya sendiri. ME MYSELF. Masih adakah orang-orang yang limited edition itu bersarang di bumi ini? aku sendiri pun tak dapat menjamin untuk tidak mengedapankan ego di beberapa laku. Al-Insaanu Makaanu-l-Khoto'i wa-n-nisyaani. Manusia itu tempatnya salah dan lupa.

The Falling Leaf Does not Hate the Wind

Judul ini kudapat dari sebuah novel karya Tere-Liye. Bukan maksud plagiat, tapi lebih tepatnya terinspirasi. Dari segi filosofisnya, daun tak pernah membenci angin yang menjatuhkannya. Walau dijatuhkan, walau diterbangkan. Begitu pula kehidupan. Sejauh manakah kehidupan ini telah menjungkir balikkan diri ini, tapi layakkah kita untuk membenci dengan segala yang ada? Memarahi kehidupan alih-alih pada Tuhan. Tidakk..... Maka jadilah seperti daun yang jatuh. Ia mengikhlaskan segalanya. Seikhlas-ikhlasnya.....